Dalam kajian kosmologi, peristiwa perluasan alam semesta dari keadaan pertama dan sangat rapat, panas, dan berpadat yang ekstrem disebut Big Bang, atau dikenali juga sebagai Teori Big Bang. Terma ini merujuk kepada konsep asal alam semesta yang dimulai dari titik singularity, yakni titik di mana semua materi dan energi alam semesta berada dalam keadaan yang sangat kecil dan padat.
Asal Mula Teori Big Bang
Teori Big Bang pertama kali dicetuskan oleh Georges Lemaître, seorang imam Katolik Belgia, matematikawan, dan ahli astronomi, pada tahun 1927. Namun, istilah “Big Bang” sendiri diciptakan oleh fisikawan Inggris Sir Fred Hoyle pada tahun 1949. Hoyle menciptakan istilah ini bukan karena mendukung teori ini, tetapi justru sebagai bentuk ejekan terhadap konsep yang dia anggap tidak masuk akal. Ironisnya, istilah tersebut malah diterima dan digunakan secara luas oleh komunitas ilmiah.
Konsep Dasar Teori Big Bang
Big Bang bukanlah ledakan biasa, melainkan ekspansi ruang itu sendiri. Dalam Big Bang, ruang dan waktu sebagaimana yang kita kenali bermula. Seluruh materi, energi, ruang, dan waktu terkandung dalam keadaan singularity–sebuah titik yang sangat, sangat kecil hingga nyaris tak berdimensi, tetapi dengan massa dan energi yang amat sangat besar.
Saat itu, hukum-hukum fisika seperti yang kita kenali sekarang mungkin tidak sah. Tetapi kemudian, ketika alam semesta berkembang dan mendingin, hukum-hukum fisika mulai berlaku dan partikel-partikel mula terbentuk, dan akhirnya membentuk bintang, galaksi dan struktur lainnya di alam semesta.
Kesimpulan
Teori Big Bang telah mendapatkan banyak dukungan dari berbagai bukti ilmiah, mulai dari pengukuran radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis hingga pengamatan pergeseran merah dari galaksi-galaksi jauh. Meski muncul beberapa pertanyaan dan tantangan, teori ini tetap menjadi penjelasan paling meyakinkan yang kita miliki tentang asal-usul alam semesta dari titik singularity yang sangat kecil dan ledakan besar yang terjadi setelahnya.