Tutup
Artikel

Berikan Gambaran Prinsip Pembuktian dalam PTUN yang Berbeda dengan Hukum Acara Perdata dan Pidana

×

Berikan Gambaran Prinsip Pembuktian dalam PTUN yang Berbeda dengan Hukum Acara Perdata dan Pidana

Sebarkan artikel ini
Domain Java (1)
Domain Java (1)

Hukum seringkali merupa-tirukan dunia dengan hukum dan peraturannya sendiri. Dalam hal prinsip pembuktian, berbagai jenis undang-undang memiliki pendekatan dan metode mereka sendiri, yang membantu mereka menyelesaikan masalah berdasarkan area hukum yang mereka tangani. Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana prinsip-prinsip pembuktian dalam PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) berbeda dari hukum acara perdata dan pidana.

Baca Juga :   Umbi-Umbian Digunakan Sebagai Sumber Bahan Makanan Pokok Karena Mempunyai Kandungan Apa?

Prinsip Pembuktian dalam PTUN

Menurut Hukum No. 5 tahun 1986 tentang PTUN, prinsip-prinsip pembuktian menekankan pada keadilan dan kebenaran materiil. Artinya, prioritas utama adalah untuk membuktikan hakikat dan substansi dari apa yang telah terjadi. Metode pembuktian bisa berupa bukti tertulis, saksi-saksi, keterangan pihak, pengakuan dan petunjuk. PTUN juga menggunakan prinsip persentase, di mana bagi administrasi atau pihak yang diajukan tuntutannya memiliki beban pembuktian sebesar 50%, dan sisanya ditempatkan pada penggugat.

Iklan
Baca Juga :   Bagaimana Wujud Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara?

Prinsip Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata

Sementara itu, hukum acara perdata, seperti yang ditetapkan dalam hukum BVG (Burgerlijk Wetboek), lebih menekankan pada prinsip perdata formal. Artinya, substansi dari masalah tidak selalu menjadi prioritas utama, melainkan ada aturan prosedural tertentu yang harus diikuti. Beban pembuktian biasanya ditempatkan pada penggugat, dengan beberapa pengecualian.

Baca Juga :   Formulasi Persoalan Sedemikian Rupa Sehingga Dapat Diselesaikan Dengan Cepat dan Efisien Serta Optimal Dengan Menggunakan Komputer Sebagai Alat Bantu Disebut…?

Prinsip Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana

Sebaliknya, hukum acara pidana, yang diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), berfokus pada konsep “terdakwa tidak bersalah sampai terbukti”. Beban pembuktian sepenuhnya ada pada pihak penuntut, yaitu Jaksa Penuntut Umum. pembuktian diadili dan ditentukan sepenuhnya oleh hakim, yang memutuskan berdasarkan “kepastian hukum” dan “hati nurani”.

Baca Juga :   Mengapa Karakteristik Masyarakat Desa Berupa Memiliki Hubungan Kekerabatan yang Erat?

Setiap jenis hukum memiliki cara sendiri dalam menangani proses pembuktian. Prinsip-prinsip ini dipengaruhi oleh tujuan dan prioritas hukum tersebut – apakah itu lebih fokus pada substansi (seperti dalam PTUN), formalitas prosedural (seperti dalam hukum perdata), atau pemastian bahwa kesalahan secara meyakinkan yang telah terjadi (seperti dalam hukum pidana).

Jadi, jawabannya apa?

Baca Juga :   Pertanyaan Umpan Balik: Mengapa Kurikulum Perlu Berubah?

Dalam hal prinsip pembuktian, PTUN, hukum acara perdata, dan pidana masing-masing menjadwalkan proses dan metode mereka sendiri berdasarkan karakteristik unik dari area hukum yang mereka tangani. Variasi ini membantu memastikan bahwa setiap situasi legal ditangani dengan cara yang paling tepat dan adil.