Pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha, Masyarakat Sudah Hidup Rukun, Sehingga Muncul Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, Yang Terkandung Dalam Kitab …

Domain Java (1)
Domain Java (1)

Perkembangan peradaban di Indonesia tidak lepas dari pengaruh Kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berjaya pada masa lalu. Salah satu bukti penting yang masih kita rasakan dampaknya hingga sekarang adalah semboyan “”. Semboyan ini, sejatinya, lahir di tengah-tengah masyarakat yang hidup rukun dan harmonis, sekalipun beragam. Namun, dari kitab manakah semboyan ini berasal?

Latar Belakang

Peradaban Hindu-Buddha menandai era klasik dalam sejarah Indonesia dan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan masyarakat pada saat itu, termasuk sistem pemerintahan, arsitektur, sastra, dan . Kerajaan-kerajaan pada masa itu hidup rukun dan damai, walaupun terdiri dari berbagai suku dan .

Bacaan Lainnya

Di tengah keragaman ini, muncul semboyan “” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini mencerminkan prinsip hidup berdampingan secara harmonis dalam keragaman.

dan Kitab Sutasoma

Semboyan diyakini berasal dari salah satu karya sastra Jawa Kuno, yaitu Kitab Sutasoma. Kitab ini ditulis oleh Mpu Tantular, salah satu pujangga terkenal pada masa kerajaan Majapahit.

Kitab Sutasoma adalah syair yang terdiri dari 1450 bait dan berisi cerita tentang perjalanan raja Sutasoma. Dalam kitab tersebut, terdapat satu bait yang berbunyi:

"Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa,Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa."

Bait ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi:

"Masihku melihat Buddha dan Wiswa (Dewa Siwa) adalah dua yang berbeda,Betapa berbedanya mereka tidak bisa dinalar dengan akal,Begitulah Dewa (Dewa Indra), Manusia (buddha) dan Siwa (dewa siwa) adalah satu,Berbeda namun satu, tiada yang salah.”

Intinya, semboyan ini merujuk pada prinsip harmonisasi dan penerimaan terhadap keragaman, menjadi perekat yang menyatukan berbagai suku dan di bawah satu kerajaan.

Kesimpulan

Sejarah mencatat bagaimana masyarakat di zaman Kerajaan Hindu-Buddha mampu hidup rukun dan harmonis walaupun terdiri dari berbagai suku dan yang berbeda. Ini tercermin dalam semboyan “” yang termaktub dalam kitab Sutasoma. Semboyan ini hingga kini masih relevan dan menjadi prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjaga keragaman suku, ras, dan demi kesatuan dan persatuan bangsa.

Pos terkait