Tutup
Artikel

Perjanjian Manusia kepada Allah Bahwa Allah adalah Tuhannya

×

Perjanjian Manusia kepada Allah Bahwa Allah adalah Tuhannya

Sebarkan artikel ini
Domain Java (1)
Domain Java (1)

Sejarah umat manusia yang panjang dan penuh kejutan adalah saksi bagaimana setiap individu saling berinteraksi dengan Pencipta. Umat manusia, melalui sejarah dan peradaban, terikat oleh suatu perjanjian yang sangat substansial dengan Pencipta: mengakui dan menyembah-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang memiliki kekuasaan absolut dan tak terbatas.

Fitrah Manusia

Dalam , konsep ini dikaitkan dengan term fitrah. Fitrah adalah kodrat alamiah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Dalam fitrah ini, manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan memiliki kecenderungan alami untuk mengenali dan menyembah Sang Pencipta.

Iklan
Baca Juga :   Berdasarkan Jenis Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Daerah yang Bersumber dari Daerah itu Sendiri Disebut?

Konsep tersebut tercantum dalam , dalam surah Ar-Rum [30:30] yang berbunyi: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah; (itulah) fitrah Allah yang telah Allah ciptakan manusia menurut fitrah itu.”

Perjanjian Pra-Adami

Pada sebuah riwayat, ditemukan istilah ‘Perjanjian Pra-Adami' atau dalam bahasa Arab disebut ‘Al-Mithaq'. Ini adalah perjanjian antara Allah dan jiwa-jiwa manusia sebelum mereka dikirim ke dunia, bahwa Allah adalah Tuhannya.

Baca Juga :   Media Promosi Sejenis Billboard yang Telah Menggunakan Teknologi Elektronik Gambar Bergerak Disebut

mengungkapkan perjanjian ini dalam Surah Al-A'raf [7:172]: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”

Dalam konteks ini, begitu setiap jiwa lahir ke dunia, maka respon intuitif mereka mengarah pada Tuhan dan penyembahan sejati – sebuah pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan mereka.

Baca Juga :   Keliling sebuah Persegi Panjang adalah 32 cm: Luas Maksimum Persegi Panjang Tersebut adalah

Meneguhkan Perjanjian

Namun, perjanjian ini bukanlah tiket gratis untuk melewati kehidupan tanpa tantangan. Setiap individu dituntut untuk meneguhkan perjanjian ini melalui perbuatan dan amal baiknya selama hidup.

Mengingat perjanjian dengan Allah ini berarti menjalankan berbagai tugas yang dipercayakan oleh-Nya dan menjauhi segala tindakan yang bertentangan dengan perintah-Nya. Hal ini dapat dilakukan melalui ibadah, perilaku yang baik, serta tujuan dan cita-cita yang selaras dengan prinsip-prinsip .

Baca Juga :   Manusia Melakukan Kontak dan Komunikasi Sosial dengan Manusia Lainnya Sehingga Tercipta Interaksi Sosial, Apakah Tujuannya?

Jadi, perjanjian manusia kepada Allah bahwa Allah adalah tuhannya – melalui fitrah dan perjanjian pra-Adami – menjadi salah satu konsep dasar yang menuntun kehidupan spiritual dan moral manusia. Perwujudan nyata dari pengakuan dan persembahan ini harus dijalin sepanjang waktu melalui amal saleh dan komitmen kepada nilai-nilai .

Jadi, jawabannya apa? Jawaban terletak pada bagaimana kita, sebagai individu, menanggapi pekaan bawaan kita terhadap Sang Pencipta dan bagaimana kita meneguhkan perjanjian ini dalam realitas kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah pertanyaan yang perlu kita tanyakan dan jawab dalam perjalanan hidup kita.

Baca Juga :   Mengapa Pelaksanaan Tanam Paksa Menimbulkan Pro dan Kontra di Lingkungan Masyarakat di Negeri Belanda?