Tutup
Artikel

Permasalahan pada Kutipan Cerpen: “Ketika Tubuhnya Digerogoti Penyakit dengan Enteng Orang Miskin Itu Melenggang ke Rumah Sakit. Dia Menyerahkan Kartu Tanda Miskin Pada Suster Jaga. Karena Banyak Bangsal Kosong, Suster Itu Menyuruhnya Menunggu di Lorong.”

×

Permasalahan pada Kutipan Cerpen: “Ketika Tubuhnya Digerogoti Penyakit dengan Enteng Orang Miskin Itu Melenggang ke Rumah Sakit. Dia Menyerahkan Kartu Tanda Miskin Pada Suster Jaga. Karena Banyak Bangsal Kosong, Suster Itu Menyuruhnya Menunggu di Lorong.”

Sebarkan artikel ini
Domain Java (1)
Domain Java (1)

Dalam kutipan cerpen tersebut, tertangkap dengan jelas sebuah permasalahan sosial yang patut menjadi renungan kita bersama. Dalam setiap kehidupan manusia, kesehatan adalah hak azasi yang seharusnya dijamin oleh negara dan kesehatan yang adil dan merata.

Orang miskin dalam kisah ini adalah simbol dari jutaan rakyat miskin di berbagai belahan dunia bahwa masih terdapat fenomena di mana tidak semua orang bisa mendapatkan akses kesehatan yang layak. Mereka harus berjuang dalam oprasional administrasi, waktu tunggu yang panjang, hingga penanganan yang tidak memadai.

Iklan
Baca Juga :   Perkembangan Supermarket Saat Ini: Membuat Pedagang Kecil Tersaingi, Perubahan Yang Dipengaruhi oleh Apa?

Dalam cerita ini, ironi ditampilkan dengan sangat dramatis. Setelah dipaksa menunggu berhari-hari di lorong rumah sakit sambil berbaring di lantai karena bangsal kosong, si miskin mencoba mencari hiburan dengan berpikir bahwa itulah “nikmatnya jadi orang miskin”. Ini menggambarkan sejauh mana orang miskin harus menelan pil pahit karena kesenjangan akses pelayanan kesehatan.

Baca Juga :   Untuk Menentukan Kadar Intensitas Latihan, Khususnya untuk Perkembangan Daya Tahan Kordiovaskuler, Dapat Diterapkan Teori Katch dan McArdle: Bagaimana Caranya?

Permasalahan yang muncul sangat nyata. Dari ketidakadilan kesehatan—yang mestinya mengabdi pada seluruh lapisan masyarakat—hingga persoalan mental dan psikologis. Para individu miskin seringkali dipaksa merendahkan martabat dan eksistensi mereka menjadi kaum yang paling rendah hanya untuk bertahan hidup.

Ironi dalam kutipan ini juga memunculkan sebuah pertanyaan mendalam tentang apa makna dari kartu tanda miskin. Apakah ini hanya menjadi “izin” bagi orang miskin untuk menerima perlakuan tidak egois dan tidak manusiawi seperti ini? Atau mungkin ini bisa menjadi pintu bagi perubahan dalam meningkatkan akses kesehatan yang lebih baik untuk semua orang, terlepas dari status sosial dan ekonomi mereka?

Baca Juga :   Di Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Ditetapkan Tiga Jenis Daerah Otonomi, Yaitu

Dalam kesimpulannya, permasalahan pada kutipan cerpen itu adalah kesehatan yang tidak merata dan diskriminatif, serta rendahnya harga martabat manusia dalam suatu yang seharusnya melayani mereka dengan baik. Sebuah cermin untuk kita semua agar lebih peka terhadap permasalahan ini dan berusaha mencari solusi untuk masa depan yang lebih baik.

Baca Juga :   Benda Yang Tidak Berubah Bentuk dan Volumenya Ketika Dipindahkan Adalah?