Sekolah Ibarat Barang Dagangan Seiring dengan Pemberlakuan Standar Tunggal Manajemen ISO

Domain Java (1)
Domain Java (1)

Sebuah paradoks ditemui di era modern ini, di mana sekolah yang semestinya menjadi lembaga pembentuk dan pengembang karakter dan skill , seakan berubah menjadi komoditas, atau murah kata, barang dagangan. Pemberlakuan standar tunggal ISO – kependekan dari International Organization for Standardization – hanya semakin mempertegas premis ini.

ISO adalah standar kualitas internasional yang memberikan panduan tentang bagaimana suatu harus beroperasi agar dapat memberikan layanan atau produk terbaik bagi pelanggannya. Di dunia , sering kali ISO diterapkan untuk memastikan sekolah memberikan pengajaran dan pembelajaran yang terbaik untuk mendidik generasi berikutnya. Akan tetapi, inilah yang kemudian menjadi permasalahan.

Dalam penerapan standar ISO, sekolah harus memastikan kualitas dan konsistensi dalam layanan yang mereka berikan. Tentu ini adalah hal yang baik, namun, pengórbanan harus dilakukan. Proses personalisasi pembelajaran dan perhatian pada kebutuhan individu siswa seolah tergerus oleh tuntutan standar ISO yang cenderung rigid dan seragam.

Disamping itu, penerapan standar ISO dalam bidang juga menciptakan persaingan sengit antar sekolah. Sekolah sebagai “barang dagangan” berpacu dalam menjual “kualitas” dan “standar” mereka untuk menarik sebanyak mungkin konsumen – dalam hal ini adalah siswa dan orang tua – ke ‘pasar' mereka.

Dalam menjalankan standar ISO, terdapat penekanan yang kuat pada pencapaian dan hasil. Ini berpotensi mengesampingkan aspek-aspek penting lainnya dalam pendidikan, seperti proses belajar, interaksi sosial, dan pengembangan karakter dan minat individu. Fenomena ini membahayakan esensi pendidikan itu sendiri, di mana pendidikan dijadikan lebih sebagai alat untuk mencapai standar tertentu daripada sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya.

Untuk itu, sangat penting bagi sekolah dan pihak terkait dalam dunia pendidikan untuk melihat lebih jauh dan memahami bahwa pendidikan bukan hanya tentang statis dan pencapaian. Standar ISO tidak semestinya menjadi batasan, melainkan panduan untuk menjaga kualitas pendidikan. Pendidikan harus mampu mengakomodir kebutuhan dan potensi setiap individu agar dapat membentuk karakter dan ketrampilan yang seimbang dan komprehensif bagi setiap siswa.

Menyatukan standar ISO dengan fleksibilitas metode pengajaran dapat menjadi jawabannya. Memahami bahwa setiap anak adalah individu unik dengan kebutuhannya masing-masing akan menjadikan pendidikan lebih dari sekadar barang dagangan, namun menjadi proses manusiawi dalam membentuk generasi yang berkarakter dan berkompeten.

Pos terkait