Kenapa Surat At-Taubah Tidak Ada Bismillah?

Kenapa Surat At Taubah Tidak Ada Bismillah
Mengapa Surat At-Taubah Tidak Dimulai dengan Basmalah?

Artikel ini menjelaskan alasan mengapa Surat At-Taubah dalam Al-Qur’an tidak diawali dengan basmalah, meskipun setiap surat lainnya dimulai dengan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim.” Pembahasan mencakup sejarah penulisan Al-Qur’an, tradisi Arab jahiliyah, serta pandangan para sahabat dan ulama, termasuk Khalifah Utsman, Sayyidina Ali, dan Imam al-Sufyan, yang memberikan penjelasan tentang konteks penghapusan basmalah dalam surat tersebut.

Kenapa Surat At-Taubah Tidak Ada Bismillah?

Surat At-Taubah (atau Al-Bara’ah) adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur’an yang tidak dimulai dengan basmalah, kalimat yang seringkali hadir di awal setiap surat dalam kitab suci umat Islam tersebut. Hal ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan umat Islam, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, maupun masyarakat pada umumnya. Mengapa hanya Surat At-Taubah yang tidak mencantumkan basmalah? Apa yang mendasari keputusan tersebut? Apakah ini suatu kesalahan dalam penulisan Al-Qur’an atau memang ada alasan khusus dibaliknya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat sejarah penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an, serta konteks sosial dan historis yang ada pada zaman Nabi Muhammad ﷺ. Dalam artikel ini, kita akan menggali beberapa alasan mengapa surat At-Taubah tidak diawali dengan basmalah dan mencoba untuk memahami makna di balik keputusan ini.

Sejarah Penulisan Al-Qur’an

Proses pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an dimulai setelah Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril. Pada awalnya, wahyu-wahyu tersebut disampaikan secara lisan, dan Nabi ﷺ kemudian memanggil para sekretaris untuk mendokumentasikan wahyu yang diterima. Dokumentasi wahyu ini dilakukan dalam bentuk tulisan, yang kemudian dikenal dengan istilah “mushaf.”

Baca Juga :   Bolehkah Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir?

Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, mushaf Al-Qur’an ditulis ulang untuk menghindari adanya kesalahan dalam membaca atau memahami wahyu. Hal ini penting karena terdapat variasi dalam bacaan Al-Qur’an yang dikenal dengan istilah “qira’at” atau bacaan-bacaan berbeda. Untuk menghindari kebingungannya, Utsman memerintahkan penulisan Al-Qur’an dalam bentuk satu mushaf baku, yang didokumentasikan oleh tim yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.

Proses penulisan ini sangat ketat. Setiap ayat yang ditulis harus disaksikan oleh dua orang yang mendengarkan langsung wahyu dari Nabi Muhammad ﷺ. Selain itu, Khalifah Utsman juga memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf lain yang ada pada masa itu, agar hanya mushaf yang ditulis oleh tim yang telah disetujui yang beredar di kalangan umat Islam. Kebijakan ini dilaksanakan untuk menyatukan persepsi umat Islam terhadap bacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan bacaan Nabi ﷺ.

Surat At-Taubah dan Tradisi Arab Jahiliyah

Untuk memahami mengapa surat At-Taubah tidak diawali dengan basmalah, kita perlu melihat tradisi Arab pada masa jahiliyah. Pada masa tersebut, orang-orang Arab memiliki kebiasaan mengirimkan surat pemutusan perjanjian atau hubungan dengan kaum atau kabilah lain tanpa mencantumkan basmalah. Basmalah, yang berisi kata-kata “Bismillahirrahmanirrahim” (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), dianggap sebagai simbol perdamaian dan kesepakatan.

Baca Juga :   6 Rahasia Keutamaan Nuzulul Quran: Menyambut 17 Ramadhan dengan Hikmah

Namun, ketika terjadi pemutusan perjanjian, tradisi ini berubah, dan mereka tidak mencantumkan basmalah dalam surat pemutusan tersebut. Sebagai contoh, ketika Nabi Muhammad ﷺ mengutus Sayyidina Ali untuk membacakan surat At-Taubah kepada kaum musyrikin yang telah melanggar perjanjian dengan umat Islam, surat tersebut tidak diawali dengan basmalah. Hal ini mengacu pada adat orang-orang Arab pada masa itu yang tidak menggunakan basmalah dalam surat pemutusan perjanjian.

Jadi, dalam konteks ini, keputusan untuk tidak mencantumkan basmalah dalam surat At-Taubah tidak hanya sekadar masalah teknis atau kebiasaan penulisan, tetapi juga memiliki hubungan dengan situasi sosial dan politis pada masa itu. Surat At-Taubah merupakan surat yang berisi pengumuman pemutusan hubungan dengan orang-orang musyrikin yang telah melanggar perjanjian, sehingga tidak ada tempat bagi kata-kata yang berkaitan dengan perdamaian dan kasih sayang seperti basmalah.

Penjelasan dari Ibnu Abbas dan Khalifah Utsman

Beberapa ulama, seperti Ibnu Abbas, pernah menanyakan kepada Khalifah Utsman tentang mengapa surat At-Taubah tidak diawali dengan basmalah. Utsman menjelaskan bahwa pada masa Nabi Muhammad ﷺ, surat Al-Anfal dan At-Taubah memiliki konteks yang sangat mirip. Al-Anfal adalah surat yang turun lebih awal, sementara At-Taubah adalah surat yang turun setelahnya. Menurut Utsman, Nabi Muhammad ﷺ tidak menjelaskan bahwa surat Al-Anfal adalah bagian dari surat At-Taubah, meskipun kedua surat tersebut memiliki banyak kesamaan dalam hal konteks.

Baca Juga :   Keutamaan Shalat Tarawih Malam 1 30 Kitab Durratun Nasihin

Sehingga, Utsman memutuskan untuk mengurutkan kedua surat ini tanpa mencantumkan basmalah. Dalam pandangan Utsman, surat Al-Anfal dan At-Taubah adalah dua surat yang berbeda, meskipun memiliki banyak kesamaan. Namun, meskipun ada kesamaan dalam penyajian dan konteksnya, Utsman tidak mencantumkan basmalah di awal surat At-Taubah untuk membedakan keduanya dari surat-surat lain yang diawali dengan basmalah.

Pendapat Sayyidina Ali dan Ibnu Abbas

Selain penjelasan dari Utsman, terdapat pendapat lain dari Sayyidina Ali yang menjelaskan mengapa basmalah tidak dicantumkan dalam surat At-Taubah. Sayyidina Ali mengatakan bahwa basmalah adalah kalimat yang mengandung arti “aman” dan “rahmat,” sedangkan surat At-Taubah berisi seruan peperangan dan pengumuman tentang pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin. Dalam pandangan Ali, tidak mungkin basmalah yang mengandung rasa aman dan kasih sayang dipadukan dengan surat yang berisi ancaman dan amarah seperti surat At-Taubah.

Baca Juga :   5 Keutamaan Memiliki Nama Kholil Menurut Ulama’

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Imam al-Sufyan, yang menilai bahwa basmalah adalah simbol rahmat dan aman, sedangkan surat At-Taubah berisi seruan peperangan dan ancaman terhadap musuh-musuh Islam, sehingga tidak tepat jika keduanya digabungkan.

Perselisihan antara Sahabat

Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sahabat tentang apakah surat At-Taubah dan Al-Anfal adalah satu surat atau dua surat yang terpisah. Sebagian sahabat berpendapat bahwa kedua surat tersebut adalah satu surat yang tidak terpisahkan, sementara sebagian sahabat lainnya berpendapat bahwa keduanya adalah dua surat yang berbeda. Untuk mendamaikan perselisihan ini, Utsman memilih untuk tidak mencantumkan basmalah di awal surat At-Taubah, sehingga kedua belah pihak dapat menerima keputusan tersebut.

Pihak yang berpendapat bahwa surat At-Taubah dan Al-Anfal adalah satu surat tidak mempermasalahkan tidak adanya basmalah, sementara pihak yang berpendapat bahwa keduanya adalah dua surat terpisah dapat menerima keputusan tersebut karena perbedaan nama suratnya, meskipun tidak diawali dengan basmalah.

Kesepakatan para Qurra’

Para ulama Qurra’ (ahli qira’at) sepakat untuk tidak membaca basmalah di awal surat At-Taubah. Hal ini tercermin dalam berbagai riwayat qira’at, baik itu qira’at sab’ah (tujuh qira’at) maupun qira’at asyrah (sepuluh qira’at), yang semuanya tidak mencantumkan basmalah di awal surat tersebut. Keputusan ini menunjukkan bahwa keputusan untuk tidak mencantumkan basmalah dalam surat At-Taubah memang berdasarkan petunjuk dari Nabi Muhammad ﷺ dan telah diterima oleh seluruh umat Islam yang mengikuti aliran qira’at.

Baca Juga :   35 Kata-Kata Inspirasi Islami untuk Selalu Bersedekah di Setiap Waktu

Kesimpulan

Dalam kesimpulannya, alasan mengapa surat At-Taubah tidak diawali dengan basmalah dapat ditelusuri melalui beberapa alasan historis dan sosio-kultural. Pertama, surat At-Taubah berisi pengumuman pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin, yang sesuai dengan tradisi Arab jahiliyah yang tidak mencantumkan basmalah dalam surat pemutusan perjanjian. Kedua, penjelasan dari Khalifah Utsman mengenai penulisan Al-Anfal dan At-Taubah yang harus diurutkan tanpa basmalah juga menjadi faktor penting. Ketiga, pendapat dari Sayyidina Ali dan Imam al-Sufyan yang menekankan bahwa basmalah tidak cocok dipadukan dengan surat yang berisi perang dan amarah.

Dengan demikian, keputusan untuk tidak mencantumkan basmalah dalam surat At-Taubah adalah hasil dari pemahaman yang matang dan berdasarkan pada tradisi serta petunjuk Nabi Muhammad ﷺ. Keputusan ini diterima oleh para sahabat dan ahli qira’at sebagai bagian dari tata cara membaca Al-Qur’an yang tidak bisa diganggu gugat.

Wallahu A’lam.

Ikuti kami di GoogleNews

Pos terkait